ASAS DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia.
Pendidikan Jasmani tampil untuk mengatasi masalah tersebut sehingga kedudukannya dianggap penting. Melalui program yang direncanakan secara baik, anak-anak dilibatkan dalam kegiatan fisik yang tinggi intensitasnya. Pendidikan Jasmani juga tetap menyediakan ruang untuk belajar menjelajahi lingkungan yang ada di sekitarnya dengan banyak mencoba, sehingga kegiatannya tetap sesuai dengan minat anak. Lewat pendidikan jasmanilah anak-anak menemukan saluran yang tepat untuk bergerak bebas dan meraih kembali keceriaannya, sambil terangsang perkembangan yang bersifat menyeluruh.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Jasmani?
2. Bagaimana perbedaan makna antara Pendidikan Jasmani dengan Pendidikan Olahraga?
3. Apa yang menjadi dasar falsafah pendidikan jasmani?
4. Apa yang menjadi landasan ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah
1. Mengetahui pengertian pendidikan jasmani.
2. Mengetahui perbedaan makna antara pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga.
3. Mengetahui dasar falsafah pendidikan jasmani.
4. Mengetahui landasan ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani
PEMBAHASAN
Pengertian Pendidikan Jasmani
Konsep pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, penjas bukan hanya dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari pendidikan. Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan mengembangkan keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan mentalnya. Pendidikan jasmani merupakan wahana pendidikan, yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu, pelajaran penjas tidak kalah penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti; Matematika, Bahasa, IPS dan IPA, dan lain-lain. Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan. Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal mengawasi di pinggir lapangan.
Pengertian pendidikan jasmani menurut para ahli, sebagai berikut:
1. Nixon and Cozens (1963) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
2. Dauer dan Pangrazi (1989) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
3. Bucher, (1979). Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional.
4. Ateng (1993) mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan. Definisi tersebut, mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan tersebut yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral. Singkatnya, pendidikan jasmani bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap anak setinggi-tingginya. Dalam bentuk bagan, secara sederhana tujuan penjas meliputi tiga ranah (domain) sebagai satu kesatuan, sebagai berikut:
Tujuan tersebut merupakan pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan tugasnya. Untuk disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau pengatur kegiatan. Misi pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain psikomotor. Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya.
Perbedaan Makna Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Pengertian pendidikan olahraga menurut para ahli :
1. Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan.
2. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat).
3. UNESCO mendefinisikan olahraga sebagai “setiap aktivitas fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam, orang lain, ataupun diri sendiri”.
4. Sedangkan Dewan Eropa merumuskan olahraga sebagai “aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan dalam waktu luang”.
5. Definisi terakhir ini merupakan cikal bakal panji olahraga di dunia “Sport for All” dan di Indonesia tahun 1983, “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragaka masyarakat” (Rusli dan Sumardianto,2000: 6).
6. Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
7. Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain;
a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan.
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai cabang- cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah “hasil”dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses pembelajaran.
Tabel di bawah menekankan perbedaan antara pendidikan jasmani dengan pendidikan olahraga.
Perbedaan antara Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga | |
Pendidikan Jasmani | Pendidikan Olahraga |
Sosialisasi atau mendidik via olahraga Menekankan perkembangan kepribadian menyeluruh Menekankan penguasaan keterampilan dasar. | Sosialisasi atau mendidik ke dalam olahraga Mengutamakan penguasaan keterampilan berolahraga Menekankan penguasaan teknik dasar |
Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan jasmani adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan. Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap anak mampu melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan hanya dilakukan dengan cara tunggal. Melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan tadi bisa dihapuskan, karena guru memilih cara agar anak yang kurang terampil pun tetap menyukai latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping guru membedakan bentuk latihan yang harus dilakukan setiap anak, kriteria keberhasilannya pun dibedakan pula. Untuk ‘kelompok mampu’ kriteria keberhasilan lebih berat dari anak yang kurang mampu, misalnya dalam pelajaran renang di tentukan: mampu meluncur 10 meter untuk anak mampu, dan hanya 5 meter untuk anak kurang mampu. Dengan cara demikian, semua anak merasakan apa yang disebut “perasaan berhasil” tadi, dan anak makin menyadari bahwa kemampuannya pun meningkat, seiring dengan seringnya mereka mengulang- ulang latihan. Cara ini disebut gaya mengajar ‘partisipatif’ karena semua anak merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran. Untuk mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani harus mengembangkan cara respons siswa terhadap anak yang gagal dan melarang siswa untuk melemparkan ejekan pada temannya.
Dasar Falsafah Pendidikan Jasmani
Penjas merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas proses pendidikan di sekolah akan pincang. Sumbangan nyata penjas adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi penjas menjadi unik sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan penjas, yaitu:
1. Meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan.
2. Meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya.
3. Meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktik.
Untuk meneliti aspek penting dari Penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut perlu dipertimbangkan:
1. Kebugaran dan Kesehatan
Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program penjas yang terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup serta teratur. Penjas juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap baha kegiatan fisik merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di sepanjang hayat.
Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat secara fisik. Kebiasaan hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga mencakup kesejahteraan mental, moral, dan spiritual.
2. Keterampilan Fisik
Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-lain merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai berbagai keterampilan. Pada akhirnya keterampilan ini bisa mengarah kepada keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Terkuasainya Prinsip-Prinsip Gerak
Penjas yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak tentang prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu memahami bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Penjas pun bukan hanya bersifat fisik semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan olah pikir, seperti kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain (empati).
4. Kemampuan Berfikir
Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak dalam Penjas dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak. Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa Penjas yang efektif mampu merangsang kemampuan berfikir dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Dalam kegiatan Penjas banyak sekali adegan pembelajaran yang memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerakan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang mearik untuk didiskusikan. Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadkan rangsangan bagi anak untuk memikirkan pemecahannya.
5. Kepekaan Rasa
Dalam hal olahraga, Penjas menempati posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang selalu melibatkan anak-anak dalam kelompok kecil maupun besar merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup sosial. Melalui Penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan diamalkan. Sesungguhnya, bahwa kegiatan Penjas disebut sebagai ajang nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang dapat hidup berguna dan tidak hanya menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang dipelajari bukan hanya keterampilan-keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai motivasi yang tinggi, serta banyak lagi.
6. Keterampilan Sosial
Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Penjas menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti dan guru memandang pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.
7. Kepercayaan Diri dan Citra Diri (Self Esteem)
Melalui penjas kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan untuk mengeksplorasi dunia. Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti bisa” atau “saya paling bagus”, tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan pembiasaan prilaku. Disitulah penjas menyediakan pada anak untuk membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai keterampilan gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Kejadian demikian yang beulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terhentak menjadi kepercayaan diri yang kuat.
Landasan Ilmiah Pelaksanaan Penjas
Secara ilmiah pelaksanaan penjas mendapat dukungan dari berbagai disiplin ilmu, dimana pandangan dari setiap disiplin tersebut dapat dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di sekolah-sekolah. Di bagian ini, penulis akan menguraikan landasan ilmiah dari minimal tiga disiplin imu, yaitu dari sudut pandang biologis, sudut pandang psikologis dan yang terakhir sudut pandang sosiologis.
1. Landasan Biologis Penjas
Penjas adalah disiplin yang berorientasi pada tubuh, di samping berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru Penjas karenanya harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani.
Potensi Manusia dan Prestasi menurut Joseph W. Still telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti prilaku fisikal dan intelektual manusia. Dalam penelitiannya, Still mengemukakan bahwa keberhasilan manusia dalam pencapaian prestasi, baik dalam hal prestasi fisikal maupun dalam prestasi intelektual, berhubungan dengan usia serta dapat digambarkan dalam bentuk sebuah kurva, dimana kurva itu bisa menaik dan biisa menurun, sesuai dengan perjalanan usia manusia. Demikian juga dalam hal pertumbuhan dan perkembangan psikologis, yang menunjukkan kurva kegagalan dalam hal prestasinya.
Ciri-ciri perkembangan mental menunjukkan puncak prestasi pada tahap perkembangan yang berbeda kemampuan mengingat dicapai pada usia muda, imajinasi kreatif mencapai puncaknya pada usia dua puluhan hingga tiga puluhan, keterampilan menganalisis dan sintesis suatu persoalan berakhir di usia pertengahan, sedangkan pada usia-usia berikutnya berkembang kemampuan berfilsafat. Dalam hal itulah penjas yang baik di sekolah dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting dalam menjaga kemampuan biologis manusia. Dipandang dari sudut ini, penjas terikat dekat pada kekuatan mental, emosional, sosial dan spiritual manusia.
2. Landasan Psikologi Penjas
Penjas melibatkan interaksi antara guru dengan anak serta anak dengan anak. Didalam adegan pembelajaran yang melibatkan interaksi tersebut, terletak suatu keharusan untuk saling mengakui dan menghargai keunikan masing-masing termasuk kelebihan dan kelemahannya. Program penjas yang baik tentu harus dilandasi oleh pemahaman guru terhadap karakteristik psikologis anak dan yang paling penting dalam hal sumbangan apa yang dapat diberikan oleh program penjas terhadap perkembangan mental dan psikologis anak.
Kata psikologi berasal dari kata-kata Yunani psyche, yang berarti berjiwa atau roh, dan logos yang berarti ilmu. Diartikan secara populer, psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu pikiran. Para ahli psikologi mempelajari hakikat manusia secara ilmiah, dan untuk memahami alam pikiran manusia, termasuk anak, termasuk cirri-ciri manusia ketika belajar. Penjas lebih menekankan proses pembelajarannya pada penguasaan gerak manusia. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kecendurangan dan hakikat gerak. Jika dahulu para guru Penjas lebih bersandar pada teori belajar behaviorisme, yang lebih melihat proses pembelajaran dari perubahan prilaku anak, maka dewasa ini sudah diakui adanya keharusan untuk memahami tentang apa yang terjadi di dalam diri anak keterampilan gerak yang ditunjang oleh berkembangnya teori belajar kognitivisme.
Perkembangan teori belajar kognitivisme menguak fakta kekakuan proses pembelajaran Penjas tersebut. Dalam salah satu teori belajar pengolahan informasi (information processing theory) diungkap bahwa idealnya, pembelajaran gerak adalah sebuah proses pengambilan keputusan, yang secara hirarkis akan selalu melalui tiga tahapan yang tetap, yaitu tahap mengidentifikasi stimulus, tahap memilih respons dan tahap memprogram respons. Dari pemahaman terhadap landasan psikologis itulah, maka pembelajaran penjas yang baik tidak cukup hanya dengan memberikan perintah dan tugas-tugas gerak semata melainkan harus pula dibarengi dengan upaya memberikan kesempatan pada mereka untuk menganalisis situasi dan berikan kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri.
3. Landasan Sosiologis Dalam Penjas
Penjas adalah sebuah wahana yang sangat baik untuk proses sosialisasi. Perkembangan sosial jelas penting, dan aktivitas penajs mempunyai potensi untuk menuntaskan tujuan-tujuan tersebut. Seperangkat kualitas dari perkembangan social yang dapat dikembangkan dan dipengaruhi dalam proses penjas diantaranya adalah kepemimpinan, karakter moral dan daya juang. Singkatnya, sosiologi adalah ilmu yang berkepentingan dalam mengembangkan struktur dan status social yang lebih baik yang dicirikan oleh adanya kebahagiaan, kebaikan, toleransi dan kesejajaran sosial. Dikaitkan dengan landasan tersebut, seorang guru penjas sesungguhnya adalah seorang sosiologis yang perlu mengetahui prinsip-prinsip umum sosiologi agar mampu memanfaatkan proses pembelajarannya untuk menanamkan nilai-nilai yang dapat dikembangkan melalui penjas. Sebagaimana dikemukakan Bucher, guru yang mengerti sosiologi dalam konteks kependidikan akan mampu mengembangkan minimal tiga fungsi: (1) pengaruh pendidikan pada institusi social dan pengaruh kehidupan kelompok pada individu, seperti bagaimana sekolah berpengaruh pada kepribadian atau prilaku individu, (2) hubungan manusia yang beroperasi di sekolah yang melibatkan siswa, orangtua, dan guru dan bagaimana mereka mempengaruhi kepribadian dan prilaku individu dan (3) hubungan sekolah pada institusi lain dan elemen lain masyarakat, misalnya pengaruh dari pendidikan pada kehidupan masyarakat kota.
ARTIKEL
ASAS DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI
Mata Kuliah : Asas dan Falsah Pendidikan Jasmani
Dosen Pengampu : Citra Resita,S.Pd.,M.Pd.
Nama : Najwa Nadia Balqis
Kelas : ID PJKR
PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN REKEREASI
FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA